Jokotole (Part I) : Dari Tukang Besi Menggait Putri Majapahit

  • Whatsapp

Madurazone.co, Sumenep – Cerita Jokotole, salah satu penguasa di Sumenep memang penuh dengan legenda dan cerita menarik untuk diungkap. Hanya saja, tidak ada data rinci tentang perjalanan masa kecil cucu dari Pengeran Secadiningrat II, penguasa Sumenep. Yang pasti, Jokotole merupakan anak dari Dewi Saini alias Potre Koneng putri dari Pangeran Secadiningrat II dengan Adipoday putra penguasa pulau Sepudi.

Baik Dewi Saini atau potre koneng maupun Adipoday ahli bertapa. Potre Koneng biasa bertapa di Gua Payudan, sementara Adipoday sering bertapa di Gunung Geger, Bangkalan. Sementara Jokotole sejak kecil tida diasuh oleh kedua orangtuanya, melainkan orang tua angkat, yakni Empu Kelleng, yang berprosi sebagai pemahat besi dan alat-alat pertanian. Dia besar bersama keluarga angkatnya di Desa Pekandangan, Bluto.

Muat Lebih

Melihat pekerjaan ayah angkatnya, membuat Jokotole –sebagian menyebut Jakatole- tertarik untuk membuat keris dari besi. Sayangnya, upaya tersebut selalu diketahui ayah angkatnya, dan melarang. Sebab, pekerjaan itu cukup keras. Suatu ketika, Jokotole memberanikan diri membuat keris, di saat Empu Kelleng sedang tertidur. Dengan penuh semangat dan ketelatenan, akhirnya keris itu selesai dibuat. Setelah tuntas, ditunjukkanlah kepada Empu Kelleng. Ternyata, sang Empu tida marah, malah menyanjung dan memuji hasil karya anak angkatnya itu. Di kemudian hari keris itu diberinama Jennengan Pakandangan.

Jokotole di Majapahit

Untuk wilayah Madura, kehebatan Empu Kelleng dalam “menaklukkan” besi sudah diakui. Bahkan, juga sampai di telinga Prabu Brawijaya, raja Majapahit. Pada suatu ketika, Majapahit henda membangun pintu gerbang istana, maka diundang lah tukang bangunan dan ahli besi, termasuk Empu Kelleng. Mendapat undangan raja, bahagi di hati sang Empu tak terelakkan. Sehingga, dengan rasa bangga sang Empu langsung berangkat menuju Majapahit untuk menjalankna titah raja.

Empu Kelleng langsung bekerja dengan tekun dan penuh semangat hingga berminggu-minggu. Namun, tubuh tuanya tida memungkinkan untuk memaksa bekerja ekstra. Sehingga, Empu Kelleng jatuh sakit. Sakitnya Empu Kelleng ini sampai di telinga istrinya di Pakandangan, yang mengutus Jokotole ke Majapahit untuk menjenguk dan merawat sang ayah. Jokotole pun langsung berangkat dengan penuh rasa cinta dan sayang kepada Empu Kelleng.

Namun, perjalanan menuju Majapahit tidak berjalan mulus. Sebab, dia harus mampir ke sanak saudaranya di beberapa titik. Pertama kali dia mampir ke pamannya Adirasa di Jumiang, yang merupakan adik Adipoday. Di sana, Jokotole mendapatkan banyak wejangan dan arahan. Termasuk, prinsip hidup dan silsilah keluarga besarnya. Setelah dari pamannya dia menemui adiknya Aguswedi yang sedang diasuh oleh Ki Pademawu. Di tempat inilah dia melepas rasa kangen dan sayang.

Setelah itu, keduanya berangkat menuju Majapahit. Dia menggunakan perahu dari mulai dari Madura bagian barat menuju Gresik. Di Gresik keduanya diterima oleh Adipati Gresik. Sambutan hangat dan penuh kekeluargaan sangat dirasakan kaka beradik itu. Bahkan, adipati Gresik meminta keduanya tinggal di Gresik. Sayangnya, Jokotole menolak karena harus menemui ayah angkatnya di Majapahit. Hanya Aguswedi yang menetap di Gresik itu, yang kemudian menjadi menantu adipati Gresik.

Setelah pamit ke Adipati Gresik, Jokotole langsung berangkat menuju Majapahit. Kemudian dia bertemu dengan Mpu Kelleng yang sedang terbaring sakit. Sebagai anak, Jokotole langsung merawatnya. Tidak hanya itu, Jokotole juga menggantikan ayah angkatnya bekerja membuat pintu gerbang bersama Empu-Empu yang lain. Jokotole langsung bekerja keras untuk menyelesaikan bangunan itu. Siang malam terus bekerja. Sehingga, tuntaslah bekerjaan pembuatan pintu gerbang itu dengan sempurna dan cukup bagus.

Kemudian, para Mpu ini melapor kepada Prabu Brawijaya jika pembuatan pintu gerbang sudah selesai. Itu juga berkat bantuan dari anak muda Jokotole. Lalu, sang Prabu melihat kondisi pintu gerbang ternyata hasilnya cukup memuaskan. Setelah itu, Prabu Brawijaya langsung memberikan hadiah kepada Mpu termasuk Jokotole. Akhirnya, para Mpu pamit pulang ke daerah masing-masing, termasuk ayah angkat Jokotole. Namun, Prabu Brawijaya tida mengizinkan Jokotole pulang ke Sumenep.

Mpu Kelleng sangat berat hati meninggalkna Jokotole sendirian di Majapahit yang cukup besar itu. Namun, apalah daya, sang Prabu tetap menginginkan Jokotole berada di Majapahit. Dengan berat hati, empu Kelleng langsung pulang ke Sumenep. Sebelum pulang , dia hanya berpesan untuk tetap berpegang teguh pada kesopanan dan tata krama serta tetap menjaga nama baik Sumenep. Pesan itu diingat oleh Jokotole, sehingga dengan mudah dia beradaptasi di Majapahit.

Tak selang berapa lama berada di Majapahit, tiba-tiba Prabu Brawijaya memberikan titah yang cukup berat kepada Jokotole. Dia diminta untuk memimpin Pasukan menyerang Blambangan. Akhirnya, kemenangan berada di pihak Jokotole, Raja Blambangan melarikan diri dan kemudian terbunuh. Atas kemenangan itu, Jokotole diberi wewenang untuk menjadi Adipati Sumenep menggantikan kakeknya Pangeran Secadiningrat II. Jokotole mendapatkan gelar Raden Arya Kudapanole, dan dinikahkna dengan putri Prabu Brawijaya, Dewi Ratnadi.

(Bersambung, Jokotole Part II, Jokotole dan Kekuasaanya di Sumenep), Sumber : Sejarah Sumenep.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.