Aktifis Curiga Kades “Main Mata” di Pembangunan Penginapan Gili Labak

  • Whatsapp

Madurazone.co, Sumenep – Polemik pembangunan penginapanan di wisata Gili Labak, Kecamatan Talango, Sumenep, Madura, Jawa Timur terus menjadi bola. Kalangan aktifis curiga kepala Desa Kombang mengetahui situasi pembangunan penginapan di wisata yang dikenal dengan hidden paradise itu.

“Kami sangat curiga ada main mata Kades dengan pengusaha. Sebab, kami curiga Kades Mengetahui atas pembangunan penginapan di lokasi wisata itu. Namun, ternyata dibiarkan hingga saat ini,” kata aktifis Lembaga Demokrasi dan Kebangsaan (LemDek) Affandi Ubala.

Muat Lebih

Dia mengungkapkan, jika tidak ada keterlibatan maka seharusnya Kades juga ikut ambil bagian dalam menolak pembangunan penginapan dimaksud. Apalagi, warga sekitar sudah menolak pembangunan itu. “Ketika warga menolak, seharusnya sigap juga kadesnya jika tidak menguntungkan warganya,” ucap ketua Pemuda Muhammadiyah ini.

Untuk itu, pihaknya meminta pemkab turun tangan menyelidiki masalah ini. Apalagi, memang sudah tidak mengantongi izin. “Tertibkan segera, lokasi wisata ini sangat produktif jangan sampai dikuasai penguasa luar. Jadi, harus segera bertindak khususnya Satpol PP,” ungkapnya.

Kepala Desa Kombang Abd. Kholiq membantah pihaknya “melindungi” pengusaha, tidak ada main mata apapun dengan pengusaha. Pihaknya sudah sering melakukan kordinasi. “Saya tidak tahu kalau tidak berizin. Pihak desa kan tidak memiliki hak untuk memberikan izin, semuanya berada di Pemkab,” katanya kepada madurazone.co, melalui sambungan telpon.

Soal status lahan, sambung dia, bukan sepenuhnya menjadi milik negara, sebab ada warga yang memiliki liter C. “Nah, yang memiliki liter C itulah yang menjual kepada warga Pamekasan, yang saat ini kabarnya dibangun penginapan itu. Soal mau dibangun apa kita tidak tahu awalnya,” ujarnya.

Alumnus UIN Jakarta ini mengungkapkan, sebelum dijual pihaknya juga sudah menawarkan ke warga untuk dibeli warga Gili Labak, dengan harga Rp 140 ribu per meter. “Namun, tidak ada warga yang mau membeli lahan tersebut. Karena dianggap harganya terlalu mahal,” tuturnya.

Bahkan, pihaknya mengklaim pemkab juga mengetahui hal ini. Sebab, pihaknya selalu berkoordinasi dengan pemkab sebelum lahan itu dijual, termasuk Disbudparpora dan instansi lain yang terlibat. “Bahkan, di setiap rapat kami juga beritahu. Jadi, mulai camat hingga Kabupaten tahu masalah ini. Saya bisa mempertangungjawabkan,” tukasnya. (nr/yt)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.