Madurazone.co, Sumenep – Beberapa Pimpinan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Sumenep, Madura Jawa Timur disinyalir tidak mengikuti pendidikan dan pelatihan pimpinan (Diklatpim) II. Padahal, sebagian sudah menjabat kepala dinas bertahun-tahun, ternyata belum juga mengikuti kegiatan tersebut.
Padahal, Diklatpim merupakan suatu keharusan, sesuai dengan PP 13/2002 tentang pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Di pasal 7 dijelaskan, PNS yang akan dan telah menduduki jabatan struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan dalam jabatan. Termasuk, dalam PP 101/200 tentang pendidikan dan pelatihan PNS.
“Sangat aneh, jika hingga saat ini masih ada kepala dinas yang tidak memenuhi syarat tidak mengikuti Diklatpim II. Padahal, itu merupakan aturan, apalagi pimpinan satker yang ada merupakan wajah lama dan bertahun-tahun,” kata Hosaini Adhim sekretaris komisi I DPRD Sumenep Hosaini Adhim.
Dia mengungkapkan, seharusnya masalah administrasi Diklatpim sudah tuntas oleh kepala dinas yang ada. “Dalam PP 13/2002, bukan pilihan melainkan keharusan oleh pihak yang menduduki jabatan struktural. Coba lihat pasal 7, jelas menjadi keharusan,” ungkapnya.
Ketua Fraksi PAN ini menuturkan, karena itu menjadi keharusan namun tidak dipenuhi oleh sebagian pimpinan SKPD maka pihaknya tidak layak. “Yang tidak mengikuti kompetensi lewat diklatpim II ini, maka sangat tidak layak menjadi pimpinan,” ungkap Politisi dua periode ini.
Untuk itu, pihaknya meminta bupati Sumenep melakukan kajian kembali atas pimpinan SKPD yang belum lulus Diklatpim II. Sebab, ini bisa mengganggu kinerja pemerintah. “Kalau tidak memenuhi syarat maka ini menandakan ada kesan pemaksaan penempatan dalam posisi jabatan struktural,” tuturnya.
Sekdakab Sumenep Hadi Soetarto mengakui adanya beberapa poktan SKPD yang tidak mengikuti Diklatpim II. Hanya saja, itu masih akan diikutkan secara bertahap. “Ya, pasti semuanya akan kami ikutkan Diklatpim II. Namun, tidak bisa sekaligus, karena tidak bisa menggelar sendiri, harus ikut keluar” katanya melalui sambungan telepon.
Menurutnya, sistem di Sumenep menggunakan duk dik (duduk dulu baru pendidikan). Sebab, jika didik dulu dikhawatirkan akan terjadi perebutan. “Sistem kita duk dik, jadi pasti semua akan mengikuti pendidikan. Untuk yang hampir pensiun tidak mungkin karena tidak akan ada efeknya,” tuturnya. (nr/yt)