Kisruh “Penguasaan” Pasar Anom Baru Terus Bergulir, BPRS Bhakti Sumekar Diduga Lampaui Kewenangan

  • Whatsapp

Madurazone.co, Sumenep – Proses “penguasaan” pasar anom baru oleh BPRS Bhakti Sumekar dinilai melampaui kewenangan bisnis salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Alasannya, pembelian pasar BLOK A diluar jenis usaha perbankan syariah yang digelutinya.

Sebab, sesuai UU 21/2008 tentang perbankan syariah, usaha dalam BPRS itu dalah sebagai tabungan, kredit atau pembiayaan. Baik pembiayaan itu berdasarkan akad murabahah, salam, istishna, qard, hawalah, ijarah dan dalam bentuk lainnya.

Muat Lebih

“Kebijakan yang diambil untuk pembelian bukan kewenangan BPRS bhakti Sumekar. Diluar jalur bisnis yang ditekuni. Secara kasat mata ia perbankan, ” kata Hendri Kurniawan, Aktifis GASAK Sumenep.

Menurutnya, BPRS diduga juga melakukan kesalahan karena berani menerima pindah tangan dari Investor. Padahal, sesuai permendagri 17/2007 tentang pedoman teknis pengelolaan Barang Milik Daerah itu diantara yang dilarang dalam hal Bangun Serah Guna (BSG).

“Karena memasarkan dan menjual kepada kepada pihak ketiga dalam hal ini menjadi tanggungjawab investor, “ucapnya.

Mantan aktifis Malang ini mengungkapkan, seharusnya pengusaan itu tetap berada dalam investor. Dan, BPRS merupakan pihak mitra jika ada masalah dengan pembiayaan. “Jika proses membeli dilakukan, ini dipaksakan. Tanpa melihat aturan, ” ungkapnya.

Selain itu, terang dia, pembelian toko oleh BPRS kepada PT Maje (Mitra Abdi Jaya Engineering) juga bertentangan dengan perjanjian kerjasama dengan pemkab nomor 414.4/07/435.118/2014 dan nomor 013/PERJ-MAJE/III/2014. Diman dalam suatu klausul jangka waktu pemasaran dalam pihak kedua kepada pihak ketiga/pedagang adalah 25 tahun, di pasal 8 point B.

Bahkan, imbuh dia, dalam hak pihak kedua dalam hal ini pihak Maje untuk memasarkan dan menentukam harga dalam proses penjualannya. Dalam klausul itu disebutkan pihak ketiga yang menjadi objek penjualan toko adalah pedagang, dan diperioritaskan pedagang terdampak kebakaran 2007.

“Jadi, dalam klausul itu jelas kepada pedagang bukan institusi seperti BPRS Bhakti Sumekar. Seharusnya, sebelumnya membeli dibaca dulu semua klausul, termasuk juga kerjasamanya, ” ungkapnya.

Berdasarkan data dan fakta itu, pihaknya curiga ada kongkalikong terkait pembelian pasar anom baru itu. “Bisa jadi, itu hanya modus belaka. Tapi, masalah ini perlu pembuktian, ” tukasnya.

Direktur BPRS Bhakti Sumekar Novi Sujatmiko enggan menjelaskan terlalu rinci yang berkaitan dengan dasar hukum. Sebab, pihaknya mengaku tidak paham soal hukum. “Yang jelas itu sudah dikonsultasikan dengan bagian hukum. Dan, sudah sesua dengan UU Perbankan, ” tuturnya dalam keteranganya.

Penguasaan pasa anom baru Blok A oleh BPRS Bhakti Sumekar mencuat ke permukaan. Itu setelah adanya aksi dari sejumlah aktifis Sumenep yang menuding proses pembelian itu tidak sesuai dengan Permendagri nomor 17/2007 tentang pedoman teknis pengelolaan aset Daerah. (nz/yt)

.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.