Harga Tembakau “Terjun Bebas”, Pemkab Sumenep Terkesan Setengah Hati?

  • Whatsapp

Madurazone.co, Sumenep – Petani tembaku di Sumenep, Madura, Jawa Timur terus meradang. Sebab, harga “si daun emas” terus mengalami penurunan di masyarakat. Bahkan, ada tembakau yang terbeli dengan harga di bawah Rp 20 ribu per kilogram.

Informasi yang berhasil dihimpun media ini, harga tembakau dibandingkan tahun lalu cukup rendah. Tidak sampai Rp 30 ribu perkilogram. Ada yang terjual Rp 25 ribu, Rp 22 ribu, Rp 20 ribu bahkan ada yang sudah di bawah Rp 20 ribu. Penjualan itu dilakukan di rumah-rumah warga oleh pihak spekulan atau bandol dan pedagang.

Muat Lebih

“Sangat miris harga tembakau saat ini. Punya kami sudah terjual Rp 20 per kilogram. Bahkan, kabarnya ada yang sudah di bawah harga tersebut,” kata Misli, Warga Lenteng.

Dia menuturkan, apabila kondisi harga semacam itu, maka hampir dipastikan petani merugi. Tidak mampu menutupi modal yang dikeluarkan sampai panen. “Ya, bagaimana bisa kembali modal, jika harganya cukup murah,” tuturnya.

Sementara anggota DPRD Sumenep Masdawi mengaku prihatin dengan harga tembakau yang terus merosot di lapangan. Hal ini terjadi karena pemerintah setengah hati dalam mengawal kepentingan petani. “Kurang all out untuk memperjuanhkan kepentingan petani. Makanya, petani tembakau yang menjadi korban,” katanya

Politisi Demokrat ini menuturkan, harga merosot itu terjadi pada spekulan-spekulan di lapangan. Dan, ini tak terdeteksi oleh pihak Pemkab Sumenep. “Ini tidak terdeteksi dengan baik. Ini juga perlu dicurigai pabrikan. Ini soal bisnis rente tembakau,” ucapnya.

Selain itu, masalah tembakau bukan masalah baru, melainkan selalu terjadi. Fakta ini harusnya diselesaikan oleh pemkab, dengan solusi. Apalagi, ada dominasi pabrikan. “Sementara instansi terkait, hanya mendengar sepihak pihak pabrikan, yang kemudian mengiyakan. Tanpa menelusuran akarnya. Jadi, ada kesan membela pabrikan,” ungkapnya.

Masdawi mengungkapkan, jika berkaitan dengan kualitas dan harum harusnya menggunakan alat deteksi digital. Bukan pada penciuman. Sebab, jika penciuman itu bisa berubah. “Pemkab harus berani menekan pabrikan. All out seperti di Pamekasan. Perlu ada Perda baru,” ungkapnya.

Selain itu, harusnya ada terobosan dari pemkab dalam mengawal tembakau petani. Misalnya, membentuk Koperasi atau lembaga lain yang bisa mengakomodir tembakau masyarakat. “Bisa menggunakan KSO dalam pembeliannya. Yang terpenting tembakau masyarakat terselamatkan, petani tidak rugi. Jangan membiarkan dominasi pabrik terjadi,” tuturnya.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Disperthortbun) Arif Firmanto, instansi yang dipimpinnya sebenarnya hanya pada budi daya. Namun, pihaknya tetap memerhatikan nasib petani. “Kalau soal harga itu tergantung kualitas. Kami sudah datang juga ke pabrik,” ucapnya.

Kendati demikian, bahkan pihaknya juga sudah turun ke lapangan melihat langsung kondisi tembakau. Dengan kata lain, pemkab sudah berupaya maksimal agar petani tak dirugikan. “Jadi, kami serius mengawal petani. Kalau itu dibandol kami tidak bisa memantau, kan tidak ada izin,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, sebenarnya yang masalah untuk tembakau sawah. Sebab, sejak awal sudah diwanti-wanti untuk tidak tanam tembakau. “Kalau sawah itu bisa tanam jagung, semangka dan sejenisnya. Itu sudah saya sampaikan, termasuk ke sampean,” ujarnya.

Saat ini, sambung dia,juga sudah ada gudang baru yang buka, yakni Bentoel. Harganya juga cukup tinggi, yakni paling rendah Rp 34 ribu. Sementara, yang dominan tembakau masuk di atas harga Rp 40 ribu per kilogram. (nz/yt)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.