Madurazone. SUMENEP – Ambruknya jembatan di pulai Gili Iyang, Kecamatan Dungkek Sumenep, Madura, Jawa Timur terus menuai polemik. Bahkan, kalangan legislator menuding dalam pekerjaan proyek senilai Rp 15 miliar itu dicurigai ada kesalahan konstruksi bangunan.
Sebab, bangunan melalui dana hibah Pemprov Jatim itu baru se umur jagung, sekitar tiga bulan dikerjakan namun sudah ambruk. Sehingga, konstruksi bangunan menjadi sorotan. Utamanya berkaitan dengan kualitas beton dan besaran watt volume (WV) baja yang dipakai menjadi tanda tanya sejumlah kalangan.
“Masak tiga bulan dikerjakan sudah ambruk. Padahal informasinya menggunakan K300 untuk kualitas beton. Jadi, sangat aneh jika tak digunakan sudah ambruk. Ini kami menduga ada yang salah,” kata anggota dewan asal Dungkek, H. Masdawi.
Selain kualitas beton dan baja, menurut Masdawi, bisa saja juga ada kesalahan konstruksi lain hingga menyebabkan kualitas rendah pada bangunan itu. Sehingga, menjadi tidak tahan lama, dan roboh. “Coba dilihat dari sisi ambruknya, tidak hanya sekadar penguncian. Masak lepas secara bersamaan. Kan tidak ada ombak maupun badai,” ungkapnya.
Politisi Partai Demokrat ini juga mengungkapkan, bentangan jembatan itu dibangun per titik melainkan tidak selonjor langsung. Sehingga, ketika tiang pancang bergerak menjadi kedutan. “Sementara per titik jembatan belum dicor antara sambungan, sehingga mudah bergerak dan amblas,” ungkapnya serius.
Seharusnya, terang dia, meskipun putus kontrak tapi kualitas bangunan tetap harus diperhatikan sesuai dengan progress pekerjaannya. Jadi, jika pekerjaan 70 persen, maka jika alasan penguncian lepas menjadi tak masuk akal. “Jadi, sisa 30 persen seharusnya sudah masuk tahap finishing,” tuturnya.
Sebab, Masdawi menuturkan, apapun yang terjadi, termasuk putus kontrak, kualitas bangunan tetap harus diperhatikan. Sesuai aturan hasil bangunan itu harus bisa bertahan hingga lima tahun. “Ini menjadi perhatian dari OPD maupun pihak rekanan selaku pelaksana. Kami harap ini hendaknya diusut,” tuturnya.
Penempatan lokasi jembatan juga menjadi pertanyaan Masdawi, sebab di lokasi saat ini diperkirakan rawan ada gelombang yang cukup besar. Sehingga, tidak memungkinkan nelayan untuk singgah di lokasi tersebut. “Kami menduga selain ada kesalahan kontruksi, juga perencanaanya tidak matang,” pungkasnya.
Kepala Dinas Perhubungan Sumenep Agustiono Sulasno bersikukuh jika ambruknya jembatan itu karena penguncian lepas. Tidak berkaitan dengan teknis konstruksi bangunan. “Hanya saja pengunciannya belum maksimal. Makanya lepas dan kemudian ambruk. Tidak ada kaitan dengan teknis,” katanya kepada media ini.
Sebab, sambung dia, secara teknis sudah sesuai dengan spesifikasi. Itu lantaran hampir semua konstruksi adalah pabrikasi. “Apalagi, bahanya juga sudah hasil lab. Ini bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, kami tidak main-main dalam hal teknis bangunan jembatan ini,” ungkapnya.
Memang, sambung dia, jembatan ini belum selesai 100 persen, karena putus kontrak. Sehingga, per titik jembatan itu dilakukan pengecoran. “Ya, belum sempat dicor, lantaran harus putus kontrak. Saat mau dituntaskan kan tidak mungkin karena banyak yang menyorot,” turur Agus dengan ramah.
Saat ini, Agus menambahkan, pihaknya lagi mencari solusi terkait rusaknya bangunan tersebut. Termasuk juga membicarakan dengan pihak rekanan. “Kami masih mencari solusi terkait ini. Tapi, insya Allah semua yang berkaitan dengan teknis kontsruksi klir, tak ada masalah. Sebab, sudah sesuai perencanaan,” paparnya. (nz/yt)