Madurazone. SUMENEP – Kabupaten Sumenep tampaknya masih menjadi surga bagi para Tenaga Kerja Ilegal (TKI) asal Sumenep di luar negeri terbilang. Mereka menyebar di sejumlah negara, namun mayoritas berada di Malaysia. Mereka mayoritas bekerja sebagai tenaga kasar yakni kuli bangunan.
Mereka dinilai ilegal karena berangkat ke negeri jiran tidak mengunakan dokumen resmi, dan berangkat melalui tekong. Sehingga, keberadaan mereka di negeri orang juga tidak tenang, bisa saja sewaktu-waktu bisa dipulangkan paksa alias deportase.
”Kami sangat miris melihat masih maraknya TKI ilegal yang berangkat dari Sumenep. Padahal, saat mereka sudah sampai ke lokasi kerja, maka dipastikan tidak akan tenang dan nyaman. Sebab, dikhawatirkan ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Tak jarang juga, mereka harus sembunyi dari kejaran petugas. Konsekuensinya, jika tertangkap mereka dipulangkan paksa,” kata Herman Dali Kusuma anggota komisi IV DPRD Sumenep.
Sebenarnya, sambung dia, sangat wajar ketika mereka berangkat dengan cara ilegal karena tidak memiliki skil atau kemampuan dan keahlian. Mereka bekerja dengan kuli bangunan saja. ”Mereka tidak berangkat melalui jalur resmi lantaran tidak memiliki skill (keterampilan), jadi lebih memilih jalur illegal. Apalagi, prosesnya melalui tekong dinilai sangat cepat, sementara menggunakan jalur pemerintah proses. Ini yang terjadi. Ditambah iming-iming yang cukup menggiurkan dari pada melalui tekong,” ungkapnya.
Banyaknya tenaga kerja ilegal, menurut politisi PKB ini, harus menjadi perhatian pemkab Sumenep agar tidak bertinggal diam. Melainkan, harus bergerak dengan mengambil langkah taktis. Salah satunya, harus memiliki terobosan agar bisa menyadarkan masyarakat agar bisa berangkat dan bekerja keluarga negeri dengan cara legal yakni, mengikuti prosedur resmi dari pemerintah.
”Maka, pemerintah harus turun langsung ke bawah mendekat dengan masyarakat. Melakukan sosialisai utamanya ke kantong TKI ilegal, semisal di Kepulauan Kangean. Sehingga, mereka bisa berangkat melalui jalur resmi dari pemerintah. Dengan alasan, mereka akan lebih aman dan nyama. Selain itu, juga memiliki keterampilan sehingga tak bekerja sebagai buruh kasar,” tuturnya. (nz/yt)