Curiga Jadi Kepentingan Elite Politik, Pemuda di Sumenep Tolak Revisi Permen ESDM 37/2016

  • Whatsapp
suasana FGD yang digelar tentang PI Migas 10 persen

Madurazone. SUMENEP – Rencana perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37/2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi mendapat respon dari OKP (Organisasi Kepemudaan) di Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur.

Para pemuda menolak dengan tegas rencana revisi permen soal hak Participating Interest Blok Migas bagi daerah. Alasannya, penyusunan draf revisi disinyalir dilakukan secara diam-diam, apalagi pembahasan hanya berkutat soal PI 10 persen. Sehingga, menimbulkan kecurigaan publik.

Muat Lebih

Tak hanya itu, para kaum muda juga membubuhkan tanda tangan penolakan atas revisi peraturan tersebut. Itu setelah dilakukan pernyataan sikap atas penolakan aturan yang dibuat tahun 2016 lalu. Aksi tersebut dilakukan dalam FGD yang bertajuk PI 10 persen untuk siapa? oleh Gerakan Masyarakat Untuk Keadilan Energi (GM-Keren).

Salah satu pemateri dalam kegiatan tersebut Nur Faizal mengatakan jika penolakan para pemuda terhadap revisi itu patut diapresiasi. Ini bagian langkah nyata penolakan publik atas peraturan tersebut. “Ini nantinya akan disampaikan kepada Kementerian ESDM, SKK Migas, dan Staf Kepresidenan Bidang Migas,” katanya.

Pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPD KNPI Jawa Timur ini menuturkan, penolakaan itu tentu saja menjadi wajar lantaran ada kejanggalan dalam prosesnya. Salah satunya, penyusunan draf dan pembahasan yang dilakukan secara diam-diam tanpa adanya ruang aspirasi publik.

Selain itu, menurut dia, substansi pembahasan yang hanya berkutat pada Purticipating interest atau PI 10 persen. Sehingga, menimbulkan kecurigaan publik atas rencana revisi tersebut akan ada kepentingan besar yang terselubung.

“Kita curiga ada isyarat secara tersirat, bahwa pokok materi peraturan tersebut hanya menjadi ajang akomodasi kepentingan elite politik dan ekonomi,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, menurut Faizal, revisi peraturan tersebut erat kaitannya dengan kepentingan kontestasi elektoral 2024 mendatang. Sebab selama ini pada faktanya nominal PI 10 persen tidak mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar lokasi eksploitasi migas.

“Jangan sampai ini hanya menjadi kepentingan elite politik. Dimana hanya menjadi tabungan rekening para elite politik baik daerah maupun nasional untuk ongkos politik pada pemilu serentak 2024,” paparnya.

Faisal menambahkan, gerakan penolakan publik ini salah satu menifestasi dari cita-cita para pendiri bangsa untuk memastikan setiap kekayaan alam yang dimilik oleh Indonesia dapat dimanfaatkan untuk sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat.

“Amanat UUD dimana setiap kekayaan alam yang kita miliki, harus diperuntukkan kepada rakyat,” pungkasnya. (nz/yt)

Pos terkait