Madurazone. SUMENEP – Komisi II DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur terus menyoroti dugaan penjualan BBM oleh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik Pemkab ke jeriken dengan harga di atas HET (Harga Eceran Tertinggi). Sebab, transaksi bisnis disinyalir ada pelanggaran.
Indikasinya, penjualan BBM (Bahan Bakar Minyak) ke jeriken tentu saja tidak diperbolehkan apabila tidak ada rekomendasi. Sebab, keberadaan SPBU hanya disalurkan kepada pengguna akkhir. Dengan kata lain, tidak melakukan penjualan kepada pengecer.
Hal ini sesuai dengan edaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14.E/HK.3/DJM/2021 Tentang Ketentuan Penyaluran Bahan Bakar Minyak Melalui Penyalur. Utamnaya pada point 1 dan 2. Surat itu ditandatangani oleh Dirjen Minyak Gas dan Bumi Tutuka Ariaji.
“Jadi, SPBU itu adalah penyalur akhir kepada konsumen. Dan, tidak diperbolehkan menjual kepada konsumen atau orang yang hendak dijual kembali untuk mendapatkan keuntungan,” kata Anggota komisi II DPRD Sumenep Juhari.
Sehingga, sambung dia, penjualan kepada jeriken tidak boleh, selama tidak mendapatkan rekomendasi penggunaanya. Misalnya, untuk kebutuhan pertanian, perikanan atau lain yang diperbolehkan secara aturan. “Jadi, bukan untuk bisnis lagi,” ucapnya.
Untuk itu, pihaknya menyesalkan langkah SPBU Pemkab yang menjual ke jeriken, apalagi penjualan diduga dilakukan di atas HET. Di mana kabarnya menjual di atas HET. “Jadi, kami menduga ini pelanggaran, yang harus ditertibkan. Apalagi, kabarnya jeriken yang dibolehkan berbentuk logam saja,” tuturnya.
Hanya saja, sambung dia, pihaknya meyakini di dispenser harga yang ditentukan sesuai dengan aturan pemerintah. Namun, jika ada pengakuan dari warga ada penjualan di atas HET bisa jadi itu bisnis “bawah tangan”. ” Makanya ini perlu ditelusuri, apakah hanya oknum yang bermain di bawah tangan, atau terstruktur. Ini perlu dijelaskan kepada publik oleh pihak direksi,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya menyesalkan adanya dugaan penjualan ke jeriken dan di atas harga yang ditetapkan pemerintah meski diduga di bawah tangan. Dan, ini harus dilakukan investigasi menyeluruh oleh pihak direksi agar jelas permasalahnnya dan perbaikannya.
“Ini SPBU pelat merah harusnya memberikan contoh yang baik, dan memberikan keringanan kepada masyarakat bukan malah menambah beban warga. Makanya, perlu dicek yang ngisi itu ada rekom atau tidak.Kalau tidak ada rekom, maka Kami menduga bisnis yang mengarah kepada tindakan ilegal yang tidak sesuai aturan,” ujar politisi PPP ini.
Menejer SPBU PT Wus Ainurrafiq mengklaim jika penjualan BBM tetap sesuai dengan aturan pemerintah. Sebab, di dispenser terpampang jelas dengan harga Rp 10 ribu per liter untuk jenis pertalite. “Jadi, tidak ada yang kami langgar. Soal investigasi, kami masih menunggu direksi,” tuturnya.
SPBU dibawah nauangan PT WUS ini diduga menjual BBM jenis pertalite dengan harga Rp 10.500 padahal harga yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 10 ribu. Itu diduga dijual melalui jeriken. (nz/yt)